Langit (short story)

Hari itu hujan turun dengan derasnya. Kulihat jam tanganku, jarum pendek jam menunjuk pada angka 9. "Huft.. ternyata sudah malam", ucapku mengeluh.
Hujan terus membasahi muka bumi, sedang aku mengering, tak tahu bagaimana aku bisa pulang dengan motorku ini tanpa jas hujan. 
Kupandangi setiap tetes hujan yang turun. Tak lelah ku menghitungnya, sampai tangan panjang itu meyodorkan jaket hitamnya padaku.
"Nih.. pakai jaket aku aja", ucap lelaki itu. 
"Uhm?", ucapku heran. Kok cowo ini tiba-tiba nawarin jaketnya sih ke aku? emang dia kenal aku?, hatiku bergumam.
"Pakai aja gapapa, jaket aku anti air ko. Hujannya deras nih soalnya", lelaki itu tak berhenti membuatku semakin heran.
Daripada aku lebih larut lagi pulangnya, yaudah deh aku pake aja jaket ni orang. Gak ada salahnya kali ya? Lagian dia nya juga yang nawarin kok, kembali hatiku terus bergumam dibuatnya.
"Oh, yaudah deh aku pakai ya. Makasih!", ucapku girang sambil mengambil jaket hitam dari tangannya.
Tak banyak fikir, aku segera memakai jaket itu dan bergegas pergi. Sedang lelaki itu hanya terus memandangiku hingga aku pergi  meninggalkannya dengan motorku.

***

Tak berhenti sampai disitu, sepanjang perjalanan aku terus memikirkannya. Pertanyaan terus muncul dan aku tak bisa menemukan jawabannya.
"Siapa dia?"
"Ih dia gak modus kan?!"
"Dia gak niat jahat sama aku kan?"
"Apa aku pernah ketemu sama dia?"
"Kok dia mau minjemin jaketnya ke aku sih? emang aku pernah baik apa ke dia?
"Eh kok dia tau ya aku butuh jaket?!"
"AHHHH HORROR BANGETSI!!"
Sampailah aku pada pertanyaan terakhir, aku sangat heran dan semakin aku fikirkan, semakin segalanya menjadi tak masuk akal. Kuhentikan segera sebelum bulu kudukku berdiri.
"Hufttttt"

"Yeaaay, Alhamdulillah... sampai juga. Jaket ini useful bangetsih, makasih ya kamu", tak sadar aku tersenyum sendiri sambil memandangi jaket hitam yang aku kenakan.
Aku pun bergegas mandi, dan lanjut meminum teh hangat. Sambil meneguk teh hangat, kepalaku terus dipenuhi oleh wajah lelaki itu. Perangainya yang manis, membuat aku tak mudah untuk melupakannya. Apalagi pertemuan itu benar-benar tak kuduga. 
"Masih ada ya orang baik kaya dia...", hatiku berkata dan senyumpun melebar.

***

Pagi ini langit begitu cerah, secerah hatiku yang sedang kasmaran. Telah lama menyendiri, membuatku merasa sangat bahagia mendapat  bentuk perhatian dari seorang lelaki. 
"Ahh.. andai aja aku bisa ketemu dia lagi", khayalanku mulai terbang tinggi.

Kujemur jaket hitam dibawah terik matahari pagi itu. Terus mengkhayal ku dibuat olehnya. Bisa-bisa aku gila jika terus memikirkannya. Tak tahan menahan diri, aku mencoba pergi ke perpustakaan Gasibu, tempat aku bertemu dengannya semalam.

Dipenuhi rasa gelisah, penuh harap dan cemas. Sesampainya di perpustakaan, aku mencari lelaki itu. Terus berharap ada kemungkinan aku untuk bertemu dengannya lagi. Aku cari di setiap lorong perpustakaan, disetiap meja. Aku selalu ingat dengan tangannya yang panjang, bahunya yang bidang, dan badannya yang tinggi.

Tapi nasib tak berpihak padaku, lelaki itu tak ada. Sempat sedih menyadari betapa sangat inginnya aku menemui lelaki yang namanya saja tidak aku ketahui. Tapi hati berkata lain, hatiku ingin terus menuggunya hingga jarum pendek jam menunjuk pada angka 9.

Kupandangi tiada henti jam dinding perpustakaan itu. Kutatap jendela tanpa lelah mengharap kehadiran lelaki itu. Hingga aku tak sadar tertidur di meja perpustakaan.

Tiba-tiba suara lelaki itu terdengar dalam mimpi. Namun, seseorang menggoyang-goyangkan badanku. Aku terbangun mendengar suara lelaki itu untuk kesekian kalinya. Ternyata aku dibangunkan oleh ...

***

bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Aku

Satu Masa

Bintang Itu